Perjalanan Panjang dari Perbudakan hingga Pengakuan
Islam memiliki sejarah yang panjang dan kaya di Afrika Selatan, bermula dari masa kolonial hingga menjadi bagian integral dari masyarakat multikultural saat ini. Kisah ini bukan sekadar sejarah keagamaan, melainkan juga cerminan perjuangan, ketahanan, dan adaptasi komunitas Muslim di tengah berbagai tantangan sosial dan politik. Artikel ini akan mengulas secara mendalam sejarah jejak Islam di Afrika Selatan.
Awal Kedatangan Islam: Budak dan Pengasingan
Sejarah Islam di Afrika Selatan dimulai pada abad ke-17, jauh sebelum masa apartheid. Pada masa itu, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), perusahaan dagang Belanda, membawa orang-orang dari wilayah kekuasaan mereka di Asia Tenggara, khususnya dari Kepulauan Nusantara, sebagai budak dan tahanan politik ke Cape Town.
Budak-budak ini, yang dikenal sebagai "Cape Malays", membawa serta keyakinan Islam. Mereka berasal dari berbagai suku, seperti Melayu, Jawa, Bugis, dan Ternate, yang semuanya telah memeluk Islam. Tokoh-tokoh penting seperti Syekh Yusuf al-Makassari (dibawa dari Makassar pada tahun 1694) memainkan peran krusial dalam menyebarkan dan mengkonsolidasikan Islam di kalangan para budak. Syekh Yusuf dianggap sebagai salah satu pelopor utama Islam di Afrika Selatan, dan makamnya di Macassar, Cape Town, menjadi situs ziarah yang penting.
Selain budak, ada juga para pemimpin dan ulama yang diasingkan dari Nusantara ke Cape Town karena menentang kekuasaan kolonial Belanda. Mereka menjadi guru agama dan memimpin komunitas Muslim, membangun fondasi spiritual dan intelektual yang kuat.
Perkembangan Komunitas dan Pendirian Masjid
Meski berada di bawah penindasan dan larangan menjalankan ibadah secara terbuka, komunitas Muslim secara diam-diam terus berpegang teguh pada keyakinannya. Mereka mengadakan pertemuan rahasia di rumah-rumah pribadi dan mendirikan madrasah-madrasah kecil untuk mengajarkan Al-Qur'an dan ajaran Islam.
Masjid Auwal yang didirikan di Buitengracht Street, Cape Town, pada tahun 1794, adalah masjid tertua di Afrika Selatan. Pendirian masjid ini menjadi simbol keberanian dan ketahanan komunitas Muslim. Pada awalnya, masjid ini dibangun di atas lahan yang diberikan oleh budak yang telah dibebaskan. Hingga kini, Masjid Auwal masih berfungsi dan menjadi saksi bisu perjalanan panjang Islam di negara tersebut.
Periode Apartheid dan Perjuangan
Selama periode apartheid (1948-1994), komunitas Muslim, terutama mereka yang digolongkan sebagai "coloured" dan "Indian", menghadapi diskriminasi dan penindasan yang parah. Mereka dipaksa pindah dari daerah tempat tinggal mereka ke wilayah yang ditentukan pemerintah, seperti yang terjadi pada ribuan keluarga di Distrik Enam Cape Town.
Namun, masa-masa sulit ini justru memperkuat solidaritas di antara umat Islam. Banyak Muslim yang aktif dalam gerakan anti-apartheid, baik melalui organisasi keagamaan maupun politik. Mereka bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain yang tertindas, seperti Kongres Nasional Afrika (ANC), untuk melawan rezim rasis tersebut.
Tokoh-tokoh Muslim seperti Imam Abdullah Haron, yang meninggal di penjara karena menentang apartheid, menjadi martir dan pahlawan bagi banyak orang. Perjuangan mereka membuktikan bahwa Islam bukan hanya agama, melainkan juga kekuatan moral dan sosial dalam melawan ketidakadilan.
Islam di Afrika Selatan Hari Ini
Setelah berakhirnya apartheid pada tahun 1994, komunitas Muslim di Afrika Selatan mendapatkan pengakuan penuh dan kebebasan beragama. Saat ini, Islam adalah agama yang diakui secara resmi, dan komunitas Muslim berkembang pesat di seluruh negeri, terutama di provinsi Western Cape dan KwaZulu-Natal.
Jumlah Muslim di Afrika Selatan diperkirakan mencapai sekitar 1,5% dari total populasi, namun pengaruh mereka dalam berbagai aspek kehidupan—mulai dari politik, ekonomi, hingga budaya—sangat signifikan. Mereka memiliki lembaga pendidikan Islam, media, dan organisasi sosial yang aktif.
Kehadiran Islam di Afrika Selatan adalah warisan yang tak terpisahkan dari sejarah kolonialisme, perbudakan, dan perjuangan melawan ketidakadilan. Dari para budak dan tahanan politik yang dipaksa datang, kini mereka telah menjadi warga negara yang setara, berkontribusi pada pembangunan bangsa, dan menjadi contoh nyata bagaimana iman dapat bertahan dan berkembang di tengah cobaan.